Logo
images

LPPM : PENELITIAN DOSEN STHM AHM-PTHM DITKUMAD

 

Jakarta, sthmahmpthm.ac.id Tentara  Nasional  Indonesia  (TNI), sebagai organisasi kelembagaan  negara diberikan tugas khusus, yaitu tugas mempertahankan negara, dengan menggunakan kekuatan bersenjata, dan berfungsi sebagai:

  1. Penangkal terhadap   setiap   bentuk   ancaman   militer   dan   ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
  2. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman; dan
  3. Pemulih terhadap  kondisi  keamanan  negara  yang  terganggu  akibat kekacauan keamanan.

Tugas yang berat sebagai kekuatan bersenjata negara untuk menjaga kedaulatan negara,  bagi Angkatan Bersenjata,  diperlukan hukum yang bersifat khusus.  Hukum yang bersifat khusus bagi   militer antara lain adalah hukum pidana militer.   Hukum pidana militer diperlukan  di samping hukum pidana umum, bagi militer,  berhubungan dengan kekhususan-kekhususan  yang terdapat dalam kehidupan para anggota militer.

Hukum pidana yang bersifat khusus, yang berlaku bagi militer Indonesia dimaksud adalah hukum pidana militer   yang berlaku sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, yaitu   Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer,    yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda sebagaimana juga Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang  berlaku  bagi  masyarakat  Indonesia  pada  umumnya.    Kitab  Undang-undang Hukum  Pidana  Militer  adalah  terjemahan dari  Wetboek  van  Militair  Strafrecht  voor Nederlandsch Indie,4   yang kemudian dirubah menjadi Wetboek van Militair Strafrecht.

Pernyataan berlakunya suatu norma hukum, terlebih norma hukum yang berasal dari sistem hukum kolonial dan akan diterapkan ke dalam  Negara Indonesia yang telah merdeka, para pendiri bangsa telah menempuh jalan yang sangat bijaksana. Pada awal kemerdekaan,  para pemimpin bangsa Indonesia dengan semangat nasionalnya, telah mencoba membangun hukum Indonesia dengan  sedapat-dapatnya  melepaskan diri dari ide hukum kolonial, yang ternyata tidak mudah.  Pada waktu itu,  para pemimpin Republik Indonesia   perhatiannya banyak tersita untuk upaya-upaya merealisasi kesatuan dan persatuan nasional, dan sedikit banyak mengabaikan inovasi- inovasi pranata dan  kelembagaan masyarakat dan negara.   Maka, ketika dihadapkan pada persoalan dan realita   yang ada, para elit Republik cenderung   untuk mencari pemecahan dengan  memberlakukan  hukum  warisan  pemerintah  colonial. Pemberlakuan hukum  warisan  pemerintah  kolonial,  termasuk  pemberlakuan  hukum pidana militer, tidak cukup hanya didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, tetapi harus didasarkan pada suatu norma undang-undang yang menyatakan pemberlakuannya dan sekaligus menyatakan secara tegas hal-hal mana saja yang tidak berlaku.

Itulah sekilas tentang latar  belakang  dilakukannya penelitian dosen STHM “AHM-PTHM” yang dalam hal ini oleh Dr. Agustinus Purnomo Hadi, S.H., M.H. tentang Pidana Bersyarat  dengan judul: ”PENERAPAN SANKSI PIDANA BERSYARAT DALAM PRAKTEK PERADILAN MILITER” oleh . Untuk lebih lengkapnya silahkan untuk dibaca artikel yang dibawah ini.



Dipost Oleh Admin_Organik

Admin Organik STHM